Termasuk wacana
kajian seputar ilmu Al-Qur'an yang sengit diperselisihkan adalah sebuah hadits أنزل القرآنُ على سبعة أحرف”Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf” walaupun
sebenarnya hadits ini jelas sahih dengan riwayat yang tergolong mutawatir,
karna rawi yang meriwayatkannya mencapai 21 sahabat, bahkan sempat adanya sahadah
(penyaksian banyak sahabat atas kebenarannya), namun secara global hadits ini
banyak menimbulkan kontrofersi mengenai murad dan keberadaannya.
Riwayat dari
umar bin khottob, abdulloh bin mas'ud, ubay bin ka'ab dan rawi-rawi lain
menyatakan. Bahwa. para shahabat berdebat mas'alah seputar bacaan (Qiraat)
dalam al-qur'an, sebagian berbeda dengan yang lainnya dalam membaca suatu ayat.
dan masing-masing sama meyakini atas kebenaran bacaannya, akhirnya mereka
meminta penjelasan kepada nabi. Nabi kemudian memerintahkan kepada
masing-masing untuk membaca bacaannya, lantas beliau membenarkan semuanya tanpa
terkecuali dan menyuruh mereka menetapi bacaannya walau masing-masing berbeda,
sehingga ada sebagian dari mereka meragukan atas keputusan nabi. Rasulullah pun
mengetahuinya Kemudian menepuk dada mereka yang ragu tadi dan berkata “aku
diperintah untuk membaca al-qur'an dengan tujuh huruf “.
Dalam redaksi hadits lain yang di
riwayatkan abi kuraib. Rasul bersabda.” أمرني
أن أقرأه على سبعة أحرفٍ، من سبعة أبوابٍ من الجنة، كلها شافٍ كافٍ “ “aku diperintah (Allah) untuk membaca Al-Qur'an dengan tujuh
huruf dari tujuh pintu surga, semuanya mengobati dan mencukupi “.
Yang di maksud tujuh
huruf adalah membaca Al-Qur'an dengan al-sinah as-sab'ah tujuh lisan
(bahasa). Namun tetap dengan makna dan artian sama. seperti kata Ta'al
dan Halumma dua lafadz sinonim yang memiliki satu arti “kemarilah”
Contoh dalam
sebuah ayat “ أَفَلَمْ يَيْئَسِ الَّذِينَ آَمَنُوا “ imam 'ali Kw dan ibnu abbas ra membacanya dengan bahasa lain
“ أَفَلَمْ
يَتَبيَّنِ الَّذِينَ آمنُوا
“ begitu pula ayat “ماينظرون إلا صيحة “ yang oleh abdullah dibaca “ ما ينظرون إلا زَقيةً “.
Mengenai bahasa
tujuh yang dimaksud, antar ulama' berbeda pendapat, menurut Abu Hatim
Assajastani, tujuh bahasa itu ialah bahasa Quraisy, Hudzail, Tamim, Uzaid,
Rabi'ah, hawazin, dan sa'ad bian abi bakar. Menurut yang lain, bahasa Quraisy,
Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman dan Ada yang mengatakan
bahwa tujuh itu adalah tertentu dari bahasa mudlor karna mudlor itu terdapat
tujuh qabilah ya'ni Quraisy, Kinanah, Asad, Hudzail, Tamim, Dlobbah dan Qais,
dengan berhujjahkan perkataan utsman dan Ali “Al-Qur'an itu diturunkan dengan
bahasa Mudlor”.yang lain mengatakan lima bahasa tertentu milik Hawazin, sedang
dua lainnya menyeluruh bagi bangsa arab karna Hawazin berdekatan dengan
temurunnya wahyu.
Maksud dari
perkataan Utsman dan Ali “al-Qur'an diturunkan dengan bahasa mudlor atau
qurais” adalah pertama kali Al-Qur'an diturunkan berupa dialek qurais, kemudian
agar mudah bagi orang arab yang lain, allah memperbolehkan mereka membaca
dengan bahasa masing-masing, sedangkan bagi selain orang arab lebih utama
membaca dengan dialek qurais karna keutamaannya, juga bagi mereka yang ingin
menghafal Al-Qur'an, maka dia harus dengan qurais sebagaiman pesan Ali pada
ibnu mas'ud “ajarilah manusia dengan bahasa quraisy” karna bagi selain arab
(ajam) semua dialek arab itu sama-sama sulit maka harus dipilih satu saja,
namun yang lebih utama adalah bahasa nabi muhammad, dan untuk membaca yang lain
juga diperbolehkan selagi tidak bertentangan dengan mushaf utsmani, sedang bagi
orang arab yang kerepotan membaca dengan bahasa qurais maka ia tidak dipaksa
untuk membaca dengan bahasa qurais ia diperbolehkan membaca dengan bahasanya
bila tercakup dalam tujuh yang dimaksud.
Sedang yang
dimaksud dengan tujuh pintu surga adalah ma'na yang ada dalam al-qur'an
yang berupa amar, nahi, targhib, tathib, qosos, jadal dan mitsal yang pabila
dikerjakan maka pelakunya dijanjikan masuk surga. Pendapat ini tidak
bertentangan dengan pendapat ulama' mutaqaddimin.
Yang dimaksud
dengan potongan haditsكلها شافٍ كافٍ” “
semuanya dari yang tujuh bisa mengobati dan mencukupi” adalah sama dengan
sebuah penjelasan dalam surat
yunus ayat 57 “ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُور”
Al-Qur'an sebagai obat bagi orang mu`min dari setiap penyakit yang timbul
dihati, berupa keraguan dari syetan. Dan sekaligus sudah mencukupi, dengan ayat
yang masuk katagori mauidhoh dari salah satu huruf yang tujuh.
Kitab yang turun kepada ummat terdahulu
hanya berupa satu bab dan di baca Cuma dengan satu huruf saja, Zabur milik nabi
Daud Cuma berisikan tadzkir dan mauidzoh, Injilnya nabi Isa berisikan tamjid,
mahamid, haddlu 'ala al-shafhi dan I'rodl, yang jika dibaca tidak dengan
bahasa yang diturunkan, maka dikatakan tarjamah atau tafsir, sedangkan
Al-Qur'an turun dengan tujuh ma'ani dan bisa dibaca dengan tujuh bahasa, boleh
dan mencukupi dengan membaca salah satunya, inilah diantarea keistimewaan dari
ummat Muhammad.
Tujuh huruf itu mempunyai derajat dalam perbedaannya, ada yang berbeda dalam cara
baca dan qiro'ahnya berupa qosr, mad dan lain sebagainya, namun tidak berbeda
dalam bentuk tulisannya, sebagian yang lain berbeda dalam bentuk tulisannya,
namun sedikit sekali yang seperti ini.
Namun menurut
Ibnu al-jazari ulama kemuka dalam bidang tajwid berkomentar bahwa perbedaan
dalam masalah idzhar, idghom, raum, isymam, tafkhim, tarqiq, mad, qasr, imalah,
tahqiq, tashil, ibdal dan naql bukanlah perbedaan dalam lafadz dan ma'na akan
tetapi sifat yang berbeda dalam penyampaiannya (ada') saja yang tidak sampai
keluar dari satu huruf yang telah disepakati, seperti membaca imalah dalam
lafadz “musa” dan beberapa lafadz lain atau bahkan semua lafadz yang
berakhiran alif maqsuroh.
Perbedaan cara
baca itu tidaklah sampai merusak arti Al-Qur'an, perbedaan itu hanya mengenai
dialek yang masih menjadi kebiasaan yang sukar diubah oleh beberapa qabilah
arab, hal ini terjadi tatkala setelah banyak qabilah arab yang berlainan lahjah
memeluk islam, tujuannya jelas untuk memberikan keringanan pada ummat dan “Tashil”
memberikan kemudahan kepada qabilah selain quraisy dalam membaca Al-Qur'an,
kitab suci agama mereka, Sahabat Abdullah mengatakan. Saya mendengar suatu
bacaan kemudian aku temukan Mutaqoribain (kesamaan satu sama lain). Maka
bacalah sebagaimana yang kalian ketahui, jangan terlalu ketat dan keras. karna
hal itu seperti perkataan kalian Halumma, aqbil dan ta'al yang berarti “kemarilah”.
Dalam jumlah
bahasa bacaannya Para sahabat mempunyai
fariasi yang berbeda. Imam mujahid membaca dengan lima bacaan, Sa'id bin Jubair dengan dua
huruf dan yazid bin walid dengan tiga bahasa.
Suatu ketika
sahabat anas membaca sebuah ayat dalam surat al-Muzammil “ ان
ناشئة الليل هي اشد وطأ وأصوب قيلا “
lalu sahabat yang lain (ada yang) menegor “ وأقوم “
lantas anas berkata “ وأقوم , أصوب , أهيأ “ adalah sama.
Hadits Mengenai Sab'ah Ahruf
Diriwayatkan
dari ubay bin ka'ab bahwa ketika rasul diperintah untuk membaca dengan Cuma
satu huruf, rasul masih mengajukan banding pada jibril “aku mohon ampunan dan
perlindungan allah, sesungguhnya ummatku tak akan sanggup” kemudian jibril pun
berlalu hal itu terulang sampai empat kali, akhirnya Jibril datang dengan
membawa titah “sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk membacakan Al-Qur'an
kepada ummatmu dengan tujuh huruf, dari huruf yang mana saja ia membaca maka ia
telah benar”. Sebab mengapa Nabi berhenti untuk meminta, setelah jumlah bacaan
mencapai tujuh, karna mungkin baliau tahu bahwa ummatnya berbeda dalam tujuh
bahasa ini, maka rasul tidak meminta lebih dari itu (7) dalam membaca
Al-Qur'an.
Dalam sebuah
redaksi suatu ketika Nabi didatangi oleh jibril di hajar al-mira' nabi
bersabda “aku diutus kepada ummat yang ummy mereka ada yang budak,
pelayan, orang tua yang harus bekerja demi keluarganya, yang tua bangka dan
orang yang sama sekali tidak pernah membaca kitab” lantas jibril berkata
“bacalah Al-Qur'an dengan tujuh huruf”. Rasululah juga bersabda “Bacalah apa
yang paling mudah dari yang tujuh huruf “ sedemikian besar syafaqoh beliau
terhadap ummatnya. Dengan memintakan rekomendasi kepada tuhan agar beban
ummatnya diberikan keringanan dalam melafadzkan kalam-kalam ilahi tidak dengan
satu huruf melainkan dengan tujuh huruf.
Diceritakan oleh
Muhammad bahwa malaikat jibril dan mikail mendatangi nabi Muhammad Saw.
kemudian jibril berkata “bacalah al-qur'an dengan dua huruf” mikail berseru
“tambahlah” “bacalah al-qur'an dengan tiga huruf” begitu seterusnya sampai
tujuh huruf . Muhammad (rawi) mengomentari “jangan berbeda dalam masalah halal,
haram dan amar, nahinya”.
Rasululah
bersabda kepada Umar “wahai umar al-qur'an itu (yang tujuh) semuanya benar
selagi tidak kau jadikan ayat rahmat menjadi ayat azhab dan sebaliknya ayat azhab
kau baca sebagai ayat rahmat” Ibnu syihab mengatakan “telah sampai padaku bahwa
tujuh huruf itu tetap dalam satu perintah (amar) tidak berbeda dalam segi halal dan haramnya”.
Riwayat dari
ibnu mas'ud menyatakan bahwa rasul bersabda “al-qur'an di turunkan dengan tujuh
huruf, setiap huruf mempunyai Dhahir (yang jelas / nampak) dan bathin
(yang samar).dan setiap huruf ada had (batasan) nya dan setiap had ada
tandanya”.
Rasululah
bersabda “ragu-ragu dalam al-qur'an adalah kufur” -beliau mengulanginya tiga
kali- apa yang kalian ketahui, lakukanlah! (bacalah) dan apa yang tidak kalian
ketahui, maka bertanyalah pada orang yang mengetahuinya”. Dalam hadits lain
“Barang siapa kufur terhadap satu huruf atau satu ayat dalam Al-Qur'an maka ia
telah kufur pada semuanya”.
Dalam redaksinya
Umar ra menyatakan bahwa pertemuan jibril dengan Muhammad terjadi di ahjar
al-mira' sedang dari ubai bin ka'ab terjadi di 'adho`ah bani ghifar perbedaan
ini bisa saja terjadi karna memang ayat dan kronologinya juga berbeda. ayat yang
diseterukan oleh umar dengan sahabat lain adalah ayat dalam surat
furqon sedang yang diperselisihkan oleh ubay ada pada surat an-nahl.
Dari semua
redaksi hadits seakan mengumpulkan bahwa asal mulanya tujuh huruf itu
berfariasi, ada yang murni permintaan nabi dengan sedikit bernegoisasi terlebih
dahulu kepada jibril, ada yang melalui perantara mika'il dan ada pula yang
menyebutkan bahwa tujuh huruf itu perintah mutlak tanpa melalui suatu proses
apapun dari jibril.
Tujuh huruf dengan beberapa ta'wilannya
Sebagian dari ummat salaf mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf di sana adalah sab'ah awjah,
tujuh macam model penyampaian yang ada dalam al-qur'an yang berupa Amar, nahi,
wa'ad, Wa'id, jadal, qosos, mitsal. Namun bila dita'wil sedemikian, maka akan
terjadi kontrofersi hukum dalam al-qur'an, maka hukum akan tergantung bagaimana
orang membacanya, orang yang membaca suatu ayat dengan teks fardlu, maka ia
terkena khitob wajib untuk melaksanakannya, orang yang membaca dengan bentuk
tahrim, maka ia pun diharam melakukan apa yang ia baca, begitu pula bagi orang
yang membacanya dalam konteks takhyir, maka ia diperkenankan untuk memilih,
boleh melaksanakan boleh tidak. Bagaimana hal ini bisa terjadi, padahal Allah
swt telah menafikan kontrofersi dalam ayat al-qur'an dengan firmannya dalam surat annisa' 82, “ maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-qur’an ? kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak”
lagi
pula, kalau toh para sahabat kala itu berbeda dalam ma'ani al-qur'an bukannya
lafadz, maka mustahil rasul membenarkannya, bahkan sampai menyuruh mereka
menetapi bacaannya masing-masing, padahal nabi tidak mungkin memberikan sebuah
keputusan atas suatu masalah dalam satu waktu dengan dua keputusan sekaligus
dan beliau juga melarang hal itu pada ummatnya.
Sudah dimaklumi
bahwa perdebatan antar sahabat bukanlah dalam segi tahlil (penghalalan),
tahrim, wa'ad, wa'id, dan sesamanya karna hal itu mustahil akan dibenarkan oleh
rasul. dan lagi, para sahabat antara satu sama lain tidak ada yang mengingkari
bahwa Allah berhak memerintah, melarang, menjanjikan hambanya yang taat,
mengancam yang berbuat maksiat menurut kehendaknya, memberi mau'idhah pada
nabinya dan memberikan perumpamaan-perumpamaan untuk hambanya. Mungkinkah
mereka bersengketa dalam mas'alah tadi yang jelas-jelas mereka tidak berani
menggugat hak otoritas tuhan yang maha berkehendak ? Masih mungkinkah mereka
berbeda dalam membaca ma'ani al-qur'an ?..jelas imposible.
Pendapat ini
jelas membuahkan kerancuan idiologi, yakni tidak bisa menselaraskan ide
tersebut dengan persengketaan sahabat yang kemudian masing-masing dibenarkan
oleh nabi. Karna mereka tidak mungkin bersengketa kalau yang dibaca adalah ayat
dan surat yang
berbeda dan lebih mustahil lagi masalah pembenaran yang dilakukan oleh nabi.
Antara Qiro'ah Sab'ah Dan Sab'atu Ahruf
Sebagian ulama'
mengatakan bahwa tujuh huruf itu masih ada dan tetap eksis sampai sekarang yang
kini popular dengan sebutan Qiroah Sab'ah. Inipun juga tidak berdasar kalau
tujuh huruf itu di artikan sedemikian, lalu bagaimana dengan qiro'ah asyroh
yang tetap boleh dibaca, sekalipun bukan tawatur apakah itu bukan Al-Qur'an?
Timbulnya
qira'ah sab'ah adalah setelah masa tersebarnya mushaf yang di sebarkan oleh
sayyidina utsman ra di berbagai pusat Negara islam, jadi bukan bermula pada
masa hidupnya nabi, melaikan pada abad pertama dan tersiar setelah abad kedua.
Tersebutlah tujuh
orang imam yang masyhur ahli qira'ah yang dikemudian hari terkenal dengan
qiro'ah assab'ah, karena masing-masing teliti dalam meriwayatkan qiro'ah yang
bermuara dari nabi Muhammad dan sesungguhnya masih ada tiga lagi imam yang
lebih dikenal dengan qiraah asyrah sekalipun riwayat mereka tidak mencapai
derajah mutawatir namun bacaan mereka tetaplah di akui berbeda dengan qiroah
asyara yang dikenal dengan qiroah syadznya, oleh sebab itu adanya qiro'ah
sab'ah itu tidak ada sangkut pautnya dengan hadits nabi mengenai tujuh huruf
dalam Al-Qur'an, melainkan memiliki dasar tersendiri.
Sayyidina utsman
ra tidaklah melakukan penyatuan yang nyata dalam menulis mushafnya, namun
beliau masih menyisakan bacaan yang berbeda dalam segi qira'ah dan ada`
yang merupakan bagian dari salah satu tujuh huruf yang dimiliki Al-Qur'an,
karna memang tulisannya tidak berbeda dan cocok dengan khot mushaf utsmani yang
disepakati oleh sahabat. Jadi yang dihapus itu bukan secara mutlak. tapi secara
global, dengan artian yang menyalahi huruf quraisy dan tidak bisa dita'wil
saja. Tanpa memandang apakah penghapusan itu terjadi pada masa rasul atau
setelahnya
Penulisan mushaf
utsmani yang ketika itu dengan khot kufi, tanpa titik dan harakah adalah untuk
mengakomodasi terhadap sab'atu ahruf, agar huruf yang berbeda dengan dialek
quraisy (dalam segi titik dan harakah) namun bentuk tulisannya sama, bisa
dicakup, seperti lafadz ننشزها yang dibaca ننسزها ,
sedangkan yang berbeda hurufnya seperti lafadz ووصى dengan وأ
وصى maka ditulis dalam
mushaf lain, Seperti lafadz " بالزبر
وبالكتاب " dengan
tambahan ba' dalam mushaf yang dikirimkan ke kota Syam, dan lafadz " تجري من تحتها الأنهار " dengan tambahan huruf
من dimusahaf al-makki. Oleh karena itu syarat untuk bacaan shahih
diharuskan sesuai dengan salah satu dari tujuh mushaf yang ditulis oleh
sayyidina utsman tersebut dan bagi yang menyalahi maka dikatakan syadz karma
menyalahi tulisan yang sudah mujma' 'alaih (disepakati).
Imam makki bin
abi thalib mengatakan bahwa qira'at yang kini masyhur dibaca dan disahkan
riwayatnya dari para imam itu adalah sebagian dari tujuh macam huruf yang
sesuai dengan huruf ketika Al-Qur'an diturunkan, namun bukan berarti yang
dimaksud tujuh huruf adalah tujuh qiraah ini melainkan sebagian / diantaranya.
Penghapusan
Kadang ada yang
masih terasa janggal dipikiran kita, seperti apa contoh dari tujuh bahasa itu,
kenapa yang tersebar Cuma satu, kemudian yang enam kemana, apakah di hapus
lantas tidak diberlakukan lagi ? atau malah terlupakan, terus apakah ummat ini
telah menyia-nyiakan sesuatu yang seharusnya dijaga ? what happen ?
Sebenarnya
perihal ini pun masih khilaf yang pertama menyatakan tidak dihapus, pun pula
ummat ini tidak masuk dalam katagori menyianyiakan Al-Qur'an yang seharusnya
dijaga. Memang benar ummat ini diperintah untuk menjaga Al-Qur'an, Hanya saja
mereka diberikan pilihan salah satu hurufnya saja, seperti halnya seorang yang
melanggar janji, maka ia diberikan pilihan satu dari tiga sangsi antara
membebaskan budak, puasa atau memberikan makanan, begitu pula dalam masalah
ini, dengan menjaga satu saja maka sudah cukup, lagi pula bahasa qurais adalah
yang asli.
Menurut Abu
bakar bin 'arabi “ semua bahasa dan qira'ah gugur kecuali apa yang tertulis
dalam mushaf utsmani atas kesepakatan para sahabat sedang izin untuk membaca
yang lain sebelum itu telah habis”.
Qurthubi dengan
dukungan nawawi dan thabari menyatakan bahwa “kelonggaran dengan membaca tujuh
huruf adalah disebabkan lemahnya mereka untuk memaham dan membaca Al-Qur'an
dengan bahasa lain karna mereka adalah komunitas ummy jarang sekali ada yang
bisa tulis menulis, sehingga sulit bagi mereka untuk mempelajari bahasa asing
maka mereka diberikan rekomendasi untuk membaca Al-Qur'an dengan bahasa yang
berbeda namun tetap dengan artian yang sama dan tentunya atas didikan dan
tuntunan rasul, setelah banyak dari mereka menguasai bahasa quraisy maka mereka
tidak lagi diperkenankan membaca dengan bahasa yang berbeda”.
Ketika sayyidina
utsman ra mengerahkan prajurit syam dan irak untuk memerangi penduduk Armenia
dan adzribaijan, datang sahabat hudzaifah bin tsabit menghadap beliau dan
menghabarkan bahwa pasukan muslimin berselisih mengenai bacaan Al-Qur'an, untuk
itu dia menganjurkan agar kholifah mengirimkan mushaf yang pernah ditulis pada
masa abu bakar ke berbagai kota yang berselisih untuk disatukan (disamakan)
bacaannya, supaya nantinya tidak sama dengan kaum yahudi yang yang berselisih
dalam urusan kitab mereka.
“apabila
kalian berselisih tentang suatu bacaan maka hendaklah kalian tulis dengan
dialek quraisy, karna Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa quraisy” begitulah
pesan utsman kepada juru salin mushaf, kemudian mushaf-mushaf itu di sebarkan
ke kota makkah, basrah, kufah, syam dan satu beliau simpan sendiri (di madinah)
dan disebagian riwayat disebutkan tujuh salinan, dua lainnya ke yaman dan
Bahrain. Pada waktu itu beliau memerintahkan agar naskah Al-Qur'an yang
sebelumnya dibakar agar menyatu pada satu mushaf yang asal, sebelum diberikan
rekomendasi membaca dengan berbagai macam dialek yang berbeda, yaitu Al-Qur'an
dengan dialek quraisy yang dulunya tersimpan rapi dirumah hafshah. sekaligus
untuk meredam perselisihan antara ummat islam dalam membaca ayat Al-Qur'an.
Dari sini
sebagian ulama mengatakan bahwa enam huruf selain dialek quraisy itu kini telah
dinusakh dengan sendirinya setelah hilangnya masyaqqah yang ada, karna rukhsoh,
ketika sababnya telah sirna, maka kembali pada hukum asal, yaitu bacalah
Al-Qur'an dengan satu huruf, bahasa quraisy tempat nabi diutus dan Al-Qur'an
diturunkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi “qurasy afshahu lisanan”
bahasa quraisy adalah yang terfasih bahasanya.
Ulama' yang
mengatakan terhapusnya huruf yang enam pun masih berselisih apakah penghapusan
terjadi pada masa nabi atau setelahnya namun kebanyakan lebih condong bahwa
penghapusan itu terjadi pada masa rasul.
Tujuh bahasa itu
selesai dan habis masa berlakunya ketika pengumpulan mushaf pada satu huruf
dilakukan demi menghilangkan persengketaan, karna pertama kali Al-Qur'an
diturunkan dengan bahasa quraisy, kemudian diperbolehkan bagi orang arab yang
mana Al-Qur'an diturunkan kepada mereka dan sekaligus mereka sebagai sasaran
khitab ketika itu, untuk membaca dengan bahasa mereka masing masing yang telah
menjadi perkataan sehari-hari walaupun berbeda dalam lafadz dan I'rabnya, dan
tidak ada paksaan bagi mereka untuk membaca dengan bahasa lain, Karena hal itu
menyulitkan bagi mereka, kemudian rasul wafat sedang setiap sahabat memegang
bacaan yang telah diajarkan oleh beliau walaupun berbeda dengan sahabat yang
lain hal inilah yang kemudian menyebabkan persengketaan antar sahabat yang
tidak mengetahui akan adanya tujuh bahasa yang diinformasikan oleh nabi, karna
disibukkan dengan peperangan.
“Unzilul
qur'an 'ala sab'ati ahruf” al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf,
begitulah sabda nabi menyikapi berdebatan para sahabatnya yang berselisih dalam
perbedaan bacaan ayat, namun ketika mereka kembali berselisih karna adanya
tujuh huruf ini, maka para pemuka shahabat kala itu sepakat untuk
mengembalikannya pada satu huruf dan mengumpulkannya dalam mushaf yang sampai
kini terkenal dengan sebutan mushaf utsmani. Itulah Al-Qur'an yang sering
dikoreksi oleh malaikat jibril sekali dalam setahunnya tiap bulan ramadlan dan
dua kali untuk yang terakhir kali. Wallahu a'lam.