Aku melihat berbagai macam expresi dalam berdoa, teman-temanku melakukannya dan aku menyaksikannya walaupun sebenarnya aku tidak mengerti akan keterikatan sebuah doa dan pengexpresiannya. Hanya saja teman-temanku melakukannya dengan keyakinan dan kemantapan luar biasa.
Sulaiman, teman sekelasku ini ketika aku perhatikan ketika berdoa dia berdiri tegak atau kadang berdiri di atas lututnya dengan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke langit sambil menengadah dan dengan suara keras setengah berteriak dia berdoa
"Ya allah. Kuatkan imanku, lapangkan hatiku agar aku sanggup memikul cobaanmu ini. Aku tahu kau sedang mengujiku, tapi aku tak ingin malah memakimu hanya karena aku tidak tahan atas ujianmu. Amin". Doanya suatu malam di dalam masjid dengan suara yang menggema di seluruh ruangan. Hanya kata amin yang dia sebut dengan pelan.
"Ketika aku berdoa aku merasa sedang berada di antara ribuan orang yang sedang berdoa dan kami sama-sama sedang meminta kepada tuhan. Suara kami pasti terdengar gaduh dan aku ingin tuhan mendengar doaku oleh karena itu aku harus berteriak, biar tuhan mendengar doaku" katanya memberi alasan ketka aku Tanya, kenapa dia berbuat seperti itu.
"Apa tidak mengganggu orang lain?" tanyaku
"Entahlah tapi aku merasa sudah benar. Dan aku yakin itu" mantapnya.
Aku kurang sependapat dengannya, tapi aku tidak ingin mengganggu apa yang selama ini dia yakini. Aku rasa tuhan sangatlah dekat dengan kita sehingga kita tidak perlu berteriak untuk memanggil-manggilnya agar ia bisa mendengar doa kita. Seperti komentar Yayan padaku suatu ketika.
"Tuhan itu lebih dekat dengan urat leher kita. Bahkan apa yang terdetak di hati kita tuhan maha mengetahui dan maha mendengarnya. Saya kira kita cukup berdoa di dalam hati, Kita tidak perlu mengucapkannya, apalagi berteriak. Sungguh tidak sopan". Ujarnya.
Dan ternyata setelah aku amati ketika dia sedang berdoa, dia hanya diam dengan mata terpejam dan mulut terkatup rapat. Itulah doa yang benar menurutnya.
***
Lain lagi dengan Bahri kalau dia berdoa kedua tanganya bersedekap di depan mulutnya yang komat-kamit dengan suara seperti dengung lebah kadang kedua tangannya menutup mulutnya seperti sedang membauinya.
Mengenai alasannya kenapa. Dengan lugu dia menjawab tidak tahu. Tapi karena dia sudah terbiasa berdoa seperti itu dan dia merasa tidak salah dalam berdoa sehingga dia terus bertahan dengan cara itu. Atau mungkin (ini menurutku) takut bau mulutnya tercium malaikat. Entahlah. tapi sepertinya tidak seperti itu. buktinya sehabis mandi dan tentunya gosok gigi bahkan pakai siwak dia tetap berdoa seperti itu. Dengan menutup mulutnya.
Zubair, nah temanku yang satu ini lebih aneh lagi kalau sedang berdoa. Dia menjulurkan kedua tangannya lurus kedepan. Kadang terbentang kadang bertumpu satu sama lain (kanan di atas kiri) dan wajahnya tertunduk. Ketika kutanyakan kenapa dia berdoa seperti itu.
"Seperti halnya kita meminta sesuatu kepada seseorang. Tangan kita pasti akan kita ulurkan kedepan, hanya saja ini kepada tuhan. Dan kita harus sambil tertunduk karena malu. Malu karena dosa-dosa kita, malu karena kita belum puas-puas juga dengan nikmat tuhan yang sudah berlimpah, dan malu karena kita mendikte tuhan sesuai keinginan kita" jawabnya se-rasional mungkin.
"Terus kenapa dengan kedua tangan sekaligus, padahal kalau ke orang lain hal itu tidak seperti sedang meminta sesuatu, tapi lebih mirip sedang menyambut seseorang yang baru datang?" kritisku
"Kita kan harus sopan kepada tuhan. Masak pakai satu tangan, apalagi agak risih tuh kalau doa hanya dengan satu tangan terulur".
Nah kalau si Imran kakak seniorku (hanya saja aku tidak mengenalnya) kalau berdoa hampir sama dengan zubair. hanya saja tangannya di tekuk ke dadanya, kadang bertemu di depan dadanya seperti sedang menadah air untuk di minum atau berwudlu, kadang dengan terpisah sehingga dari belakang tubuhnya seperti bercabang. tatapannya kedepan, dengan mata yang kadang terpejam dan kadang pula terbuka.
Ketika aku memberanikan diri bertanya, kenapa cara doanya seperti itu, dia menatapku heran, lalu tanpa komentar di meninggalkanku. Entah apa karena pertanyaanku aneh atau karena mungkin dia merasa kalau aku menilai cara berdoanya salah atau karena hal itu tidak perlu di tanyakan melainkan cukup di yakini. Entahlah. Tapi yang pasti aku tidak menyalahkannya. Karena aku juga tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.
***
Sedangkan aku. (kalian pasti bertanya) Aku tidak berdoa. Ya, aku tidak pernah berdoa sama sekali (terserah apa kalian mau menertawaiku atau tidak) Karena aku merasa kalau doa, curhat dan keluh kesah kepada tuhan bagiku tidak perlu dan mungkin tak ada gunanya.
Bagaimana mungkin aku mengadukan taqdir kepada si pembuat taqdir, melaporkan suatu hal kepada penciptanya, memprotes kebijakaannya, bagaimana aku meminta agar tuhan tidak melaksanakan kehendaknya, bagaimana mugkin kata-kataku bisa mendikte tuhan, dan bagaimana bisa aku menolak pemberiannya, tidak rela dengan suratan takdirnya dan memberontaknya dengan menyuruh tuhan agar segera mengubah ketentuannya lantas kalau ternyata tuhan tidak mau kita marah kepadanya dan mengatakan kalau tuhan tidak adil?
Itulah alasanku kenapa aku tidak berdoa (dan tidak mau berdoa). Seperti nabi Ibrahim ketika sedang berada di dalam api dan jibril mempersilahkan beliau untuk berdoa apa saja yang pasti akan dikabulkan oleh tuhan. Beliau menolak untuk berdoa, beliau berkata. "Kafani min suali ilmuhu bi hali". "Cukup bagiku, dia (tuhan) mengetahui keadaanku". Ya ibrahim tidak berdoa karena dia merasa keadaan dirinya adalah kehendak tuhan dan dia pasrah pada kehendak tuhan selanjutnya, apa tuhan akan membiarkan khalil-nya itu mati terbakar atau tidak. tuhanpun menyelamatkannya dengan cara membuat api yang melahapnya itu menjadi dingin.
Coba seandainya beliau meminta agar gunung di timpakan kepada kaumnya, atau diselamatkan dengan cara api itu padam seketika, atau tiba-tiba turun hujan yang begitu derasnya dan sebagainya-dan sebagainya. Niscaya akan lain ceritanya.
Sering kali ketika (dulu) aku berdoa, menginginkan sesuatu. Tuhan malah tidak pernah mengabulkannya. Sebaliknya ketika aku tidak memintanya tuhan malah memberinya, bahkan lebih dari yang aku inginkan. Sejak itulah aku tidak pernah berdoa lagi.
"Tapi bukankah tuhan menyuruh kita agar berdoa dan meminta kepadanya?. Ud‘uni astajib lakum. Fad‘uhu mukhlisina lahu al-din dan nabi beserta para shahabatnya juga berdoa". Bantah fauzan. Aku tidak bisa menjawab.
Tidak berdoa berarti sombong karna (seakan-akan/secara lahir) mengatakan bahwa dirinya tidak butuh pada Dzat yang maha kaya dan juga (seakan-akan/secara lahir) hanya mengandalkan kekuatan(ikhtiyar)nya sendiri. Perintah agar kita berdo'a juga tertera dalam Hadits dan Al-Qur'an, namun... entah bagaimana hati ini menjadi bimbang.
Mungkin aku salah, karena siapapun bisa salah. Mungkin juga mereka benar. Tapi keyakinan tetaplah keyakinan. Bukanlah keyakinan bila kita tidak meyakini kebenarannya, tidak mungkin kita meyakini sesuatu yang kita sendiri meragukannya, mana mungkin kita meragukan keyakinan kita. Oleh karena itu, sulit untuk mengubah keyakinan seseorang.
Pun juga aku (dan mereka) Sekalipun oleh mereka (dan kamu) katakan bahwa aku salah (dan kalian yang benar), tetap aku tidak akan meragukan apa yang telah aku yakini selama ini, apalagi mengakui kalau aku salah. Egoku mengatakan "akulah yang benar dan yang paling benar", entah mengapa...
Semoga Allah senantiasa memberiku Hidayah supaya cepat bisa meraba jalanNya yang lurus. Amin (Amin ini juga do'a)
20. Jumadal Ula 1429 H
Catatan Ketika Masa Pencarian
0 comments:
Post a Comment