Wednesday, July 25, 2012

AL-GHAZALI, Bukan penganut Asy'ari dan Maturidi ?


Al-Kautsari mengatakan "Bahwa Asy'ari ada di (tengah) antara Muktazilah dan Muhadditsin. sedangkan Maturidi ada di (tengah) antara Muktazilah dan Asya'irah".



Analisis al-Kautsari di atas, kalau kita lihat sekelumit akan memberikan pahaman bahwa keduanya berbeda. Padahal paham aqidah Ahlu sunnah adalah hasil kawin silang dari kedua paham ini. Lalu bagaimana bisa keduanya bisa di korelasikan dengan begitu sempurna. Asy'ari, ya Maturidi. Maturidi, ya Asy'ari.



Perbedaan Asy'ari-Maturidi

Asy’ari hidup di Bashrah sedangkan Maturidi menetap di Samarqand. Keduanya hidup semasa. Asy’ari muncul di tengah-tengah sengitnya perdebatan Muktazilah dengan Muhadditsin. Dan Asyari lebih cendrung pada pola pikir Muhadditsin yang mengedepankan Naql (al-Qur'an dan Hadits) dari pada ‘aql (ra’yu). Bedanya beliau tidak serta merta menolak ‘aql secara serampangan, sebagaimana Muhadditsin kala itu. Pun pula beliau menolak bila ‘Aql lebih di dahulukan dari pada Naql, seperti ciri khas Muktazilah. Asyari mengangap suatu hal yang di cetuskan akal tapi tidak ada perintah (Imbauan) dari syara' tidaklah baik.

Metode (Manhaj) Asy'ari adalah bayang dari metode Imam Ahmad bin Hambal. Asy'ari meneruskan pola fikir imam Ahmad, yang lebih mengedepankan Naql dari pada ra'yu (Akal).

Sedangkan pola pikir Maturidi oleh Para ulama di nyatakan sebagai buah cabang (bagian) dari pemikiran Imam Abu Hanifah, pendiri madzhab Hanafi. Yang lebih di dominasi Ra'yu karena memang Maturidi berhaluan madzhab Hanafi.

Ulama juga menilai bahwa pendapat Maturidi lebih condong (Mirip) pada Muktazilah (Yang rasional tulen) dari pada pendapat Fuqaha dan Muhadditsin (Yang murni Naql dan sangat anti ra'yu).

Maturidi lebih bertendensi pada akal (Ra'yu), namun tetap mengharuskan adanya petunjuk dari syara', Maturidi lebih menekankan nalar pikiran (Rasional), walaupun nyatanya beliau tidak lepas tangan dari Naql. berbeda dengan Muhadditsin yang mengharuskan bertendensi pada Naql, dan menutup jalan bagi selain Naql.

Oleh karena itu, para ulama menyimpulkan, kalau ada empat aliran ketika itu; Muhadditsin dan Fukaha yang murni bertendensi pada Naql. Muktazilah yang lebih dominan terhadap Aql. Lalu di tengah keduanya, adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah, namun Asy’ari lebih dekat (condong) ke Muhadditsin. sedangkan Maturidi lebih condong ke muktazilah.

Kecendrungan Maturidi terhadap Muktazilah itu terlihat dalam kemiripan Maturidi dengan Muktazilah dalam membahas Al-Qur'an. Muktazilah menvonis Al-Qur'an adalah Makhluk dan Maturidi menyebut Hadits (Baru), hampir sama dengan Muktazilah (Makhluk-Hadits) hanya saja beliau tidak sampai mengatakan kalau Al-Qur'an itu Makhluk. Berbeda dengan Asy'ari yang menegaskan bahwa Al-Quran itu Qadim (kekal).

Mengenai masalah ini ulama menengai bahwa perbedaan Asy'ari-Maturidi di sini hanyalah Lafdzy (Penyebutannya saja berbeda tapi substansinya tetap sama) karena ternyata Maturidi mengarahkan bahwa yang di maksud Al-Qur'an Hadits adalah Mushaf yang tercetak seperti masa sekarang yang terdiri dari lembaran-lembaran dan tulisan yang baru (hadits). Sedangkan Muktazilah tidak demikian.

Namun begitu, Para ulama sepakat mengatakan kalau perbedaan pendapat Asy’ari-Maturidi tidaklah begitu besar. Kata Muhammad Abduh perbedaann keduanya tidak lebih dari sepuluh masalah saja. bahkan kesemuanya bisa di korelasikan dengan baik karena sebenarnya perbedaan di antara keduanya hanyalah Lafdzy saja. Sehingga tidak bertentangan satu sama lain.



Vonis terhadap Ghazali

Setelah masa Asy'ariyah, muncul beberapa kelompok aliran, diantaranya adalah para pendukung madzhab Asyari yang terlalu fanatik. Mereka di ketuai oleh  Abu Bakar al-Baqilani, beliau mengatakan "Tidak boleh mengikuti apa yang tidak di tetapkan dalam Muqaddimah(start)nya madzhab Asy'ariyah untuk mencapai Nataij (tujuan/finis) dari Madzhab yang sama".

Kelompok ini mewajibkan agar pendapat Asy'ari diikuti secara keseluruhan (luar-dalam) mulai dari Muqaddimahnya sampai Nataij yang di capainya. Tidak boleh mengambil setengah-setengah, Mukaddimahnya saja, atau Nataijnya saja. apalagi tidak mengikuti metode Asy'ariyah sama sekali. Toh sekalipun hasil (Nataij)nya nanti sama. Pendapat ini jelaslah memberatkan. karena bisa saja Mukaddimahnya berbeda tapi Nataijnya sama. Tidak menutup kemungkinan, Jalan yang di lewati berbeda namun tujuan dan hasilnya sama.

Kelompok yang ke dua adalah mereka yang hanya mengadopsi Nataij dari Asy'ari namun Mukaddimahnya berbeda. Mereka memulai sendiri Mukaddimahnya bahkan menambah dalil-dalilnya dan hasilnya ternyata sama dengan Nataij yang di hasilkan melalui metode Asy'ari. Diantaranya adalah Imam al-Baidlawi, al-Jurjani dll.

Al-Ghazali Juga termasuk kelompok yang kedua ini. Al-Ghazali secara terang-terangan tidak mengikuti madzhab Asyari dan Al-Maturidi, beliau menentang mereka yang mewajibkan ikut madzhab Asy'ari apalagi secara keseluruhan, oleh karena itu beliau di cap Kufur dan Zindik oleh kelompok pertama.

Al-Ghazali pun menjawab mereka yang menuduh beliau kufur hanya karena tidak beraliran Asy'ariyah, lewat bukunya Attafriqah Baina al-Islam Wa al-Zindiqiyah. Beliau mengatakan "Kalian menvonis mereka yang bertentangan dengan Asyari walau hanya sehelai rambut, dengan kata Kufur. Orang yang menyangsikan pendapat Asy'ari  walau Cuma sebutir kalian cap dengan sesat lagi merugi. tanyakan pada dirimu sendiri dan tanyakan juga pada temanmu. Carilah tahu, sebatas mana kufur itu?. Kalau mereka mengukur kufur itu sebatas orang yang tidak mengikuti Asy'ari-Maturidi atau Hambali dan lain-lainnya maka ketahuilah bahwa ukuran seperti itu sangatlah menipu dan bodoh".

Al-Ghazali mempunyai pemikiran yang berbeda yang terbebas dan tidak terbelenggu oleh pemikiran dua ulama besar itu, Namun nyatanya pendapat Beliau hampir seluruhnya sama dengan pendapat kedua Imam itu. Sama sekali tidak ada yang bertentangan.



Satu tujuan

            Kalau kita kembali lagi ke proses awal. Pemikiran Asy'ari muncul karena beliau kecewa dan banyak berbeda pendapat dengan al-Jubai, Gurunya yang beraliran Muktazilah. Permasalahan Al-Maturidi pun hampir serupa. Sedangkan al-Ghazali mempunyai pemikiran sedemikian rupa karena dalam rangka menolak sebuah pemikiran dari al-Baqilani yang menurut beliau kurang logis dan terburu-buru.

Asy'ari, al-Maturidi dan al-Ghazali sekalipun mempunyai berbagai macam corak dan pola pikir yang berbeda. Dan pemikiran mereka juga berangkat dari start yang berbeda. Namun tujuan mereka sama dan tidak bertentangan satu sama lain. Sama halnya dengan Imam kita yang empat, yang mempunyai ciri khas masing-masing dalam berijtihad. (Wallahu a’lam)



[Referensi sepenuhnya dari kitab Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah hal. 163-209]

0 comments:

Post a Comment