Pendidikan
berasal dari kata Paidagogos, bahasa yunani yang berarti "Pelayanan
terhadap anak" yang kemudian di inggris-kan menjadi Paidagogis, dan
di Indonesia kata ini menjadi "Pendidikan", pendidikan secara
terminology mempunyai arti "Bantuan yang di berikan kepada anak secara
sadar dan sistematis yang dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab".
Pendidikan (tarbiyah) sangat identik dengan mencari ilmu (Tholabul
Ilmi) atau pembelajaran (Ta'allum), meskipun nyatanya, ada sedikit
perbedaan dalam segi keumuman kata pendidikan yang lebih luas jangkauannya dari
pada pengajaran.
Mengapa manusia mesti belajar?
bukankah manusia adalah makhluk yang paling sempurna?, jelas manusia harus
belar dan mengembangkan pola pikirnya karna manusia beda dengan makhluk tuhan
yang lainnya, manusia tidak sama dengan Bebek yang seketika keluar dari
cangkangnya ia langsung berenang di sungai, kita tidak pernah mendengar ada
ceritanya ada bebek tenggelam saat mencoba belajar renang atau ada bebek yang
belajar renang dengan memakai ban, jelas tidak. Manusia juga sangat berbeda
dengan kambing, anak kambing yang masih berumur beberapa menit itu langsung
bisa berjalan normal, jelas tidak pernah ada kambing yang digendong oleh
induknya atau malah di ajarin cara berjalan. Manusia jelas berbeda dari
keduanya, ia harus di ajari cara berjalan, berbicara, menulis, berkreasi dan
lain sebagainya, "tidak ada bayi yang seketika lahir langsung jadi
cendikiawan, ilmu itu bukanlah sebab keturunan tapi ilmu diperoleh dengan
dicari dan dipelajari" begitulah pesan as-Syafi'I.
Pendidikan
Islami
Islam mengajarkan metodologi "long live education"
(Tholabul ilm minal mahdi ilal lahdi) kepada pemeluknya bahkan, bisa
dikatakan keharusan (faridlah) tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, dan latar belakang dan ekonomi, karna untuk
mengetahui agama dan seluk beluknya haruslah melalui proses pembelajaran
terlebih dahulu.
Imam syafi'I mengatakan, untuk mencapai puncak ilmu, seorang murid
haruslah memenuhi (6) persyaratan berikut,
1). Kepandaian. Kenapa?
bukannya memilih kasih terhadap yang punya otak encer dan mengesampingkan yang
TelMi, melainkan dikarenakan kecerdasan adalah sarana utama untuk memahami,
mencerna dan menghafal materi dan keterangan dari guru.
Pendidikan dalam islam lebih mengkhususkan bagi murid yang mendapat
karunia otak cemerlang untuk bisa mempelajari, mendalami dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan agama karna mereka layak dan pantas untuk itu, karena merekalah
generasi penerus dari ulama' pendahulu, merekalah pemegang tongkat estafet
keilmuan islam, kalau bukan mereka lalu siapa lagi?.
Dan bagi mereka yang kurang mampu dalam taraf berpikirnya karena cuma
dikaruniai IQ yang pas-pasan atau bahkan dibawah standar maka cukup baginya
mengetahui ilmul hal (kewajiban keseharian yang musti ia kerjakan) saja,
setelah itu maka dia akan diarahkan pada pekerjaan dan kerajinan tangan
lainnya, ketahuilah kehidupan akan terus berputar dengan stabil bila ada yang
bekerja dan ada yang menuntut ilmu.
2). Sungguh-sungguh / Kemauan yang keras. mungkin memang syarat yang satu ini adalah
kunci dari keberhasilan, karna disamping keinginan, seorang murid juga harus
mempunyai kemauan untuk mencari ilmu, karna tanpa kemauan yang keras maka omong
kosong murid akan menggapai tujuannya, bukankah dengan sungguh-sungguh
keinginan akan tercapai
3). Sabar. sabar bukan
berarti rela bila tertinggal, tapi sabar di sini adalah tidak gelisah dan kalah
oleh hawa nafsu ketika dalam mencari ilmu menemukan kesulitan, apalagi sampai
putus asa yang jelas dilarang oleh agama, itulah sabar yang Allah sebut dalam
firmannya "maka bersabarlah sesungguhnya sabar itu baik"
4). Bekal. Seorang murid yang aktifitas belajarnya terganggu
oleh materi jelas hasilnya berbeda dengan murid yang konsentrasi penuh pada
pelajarannya, disinilah kaidah "menyibukkan diri dengan sesuatu yang bukan
tujuannya dapat memalingkan dari maksud dan tujuan awal" menjadi nyata.
5). Petunjuk Guru, dan
6). Waktu yang Lama.
Bangkitlah
dengan pendidikan
Pendidkan adalah sarana paling tepat dan ideal untuk membangun dan
mencetak generasi bangsa yang unggul dan memiliki potensi memadai untuk
membangun negeri kelak, karna mereka adalah calon para tokoh dan pemimpin
dimasa mendatang " شبان اليوم رجال غد ". memang kita tidak bisa mengingkari para
pejabat saat ini dulunya juga pernah duduk manis dibangku sekolah seperti kita
hanya saja yang membedakan mereka dengan teman semasanya adalah kemauan dan
kerja keras untuk maju dan tampil sebagai Rijal dimasa mendatang, itulah
bedanya, namun pendidikan pulalah yang menyeret mereka pada prilaku sewenang
wenang dan bersikap apriori terhadap
bawahannya, mereka tidak di didik dengan ilmu agama dan taqwa.
Pendidikan juga sebagai sarana dakwah untuk meluruskan pemahaman dan
aqidah siswa, para kiai dengan pesantrennya, ustadz dengan madrasahnya jelas
mempunyai tujuan dan arah yang sama untuk kesana, menanamkan dan memperbaiki
aqidah dan spiritual anak asuhnya sekaligus membentengi diri dari paham sesat
pemikiran barat dan ideology pemikiran bebas mereka. Islam tidaklah memandang
sebelah mata dalam urusan kebahagiaan hidup tapi dengan keduanya sekaligus
yaitu bahagia dunia dan akhirat yang di ridloi, oleh sebab itu, didalam
pendidikan islam tidak terlihat menganak tirikan satu kebahagiaan demi
kebahagian yang lain "bekerja seakan hidup selamanya dan beribadah seakan
esok ajal menjemput", islam sangat
menjunjung tinggi terhadap ilmu dan orang yang berilmu, bagi mereka yang ingin
maju dan tidak terlindas oleh putaran sains dan teknologi yang demikian
pesatnya adalah harus dengan terus belajar dan mengembangkan cara berfikirnya,
meningkatkan kecerdasan IQ dan EQ yang ditopang dengan SQ tentunya.
Peran seorang pemuda sangatlah berpengaruh bagi kemajuan bangsanya
baik saat itu maupun kelak, syekh musthafa al-Ghalayain menyatakan
"sesungguhnya dalam diri kalian wahai generasi bangsa, ummat ini
dipertaruhkan dan kebangkitannya terdapat pada kemauan dan kebangkitan kalian
", ada sebuah cerita yang mendukung pendapat al-Ghalayain ini, yaitu
tentang seorang raja yang ingin mengetahui kepatuhan rakyatnya, raja tersebut
memerintahkan pada setiap warga untuk membawa sesendok madu untuk di tuangkan
kedalam sebuah kendi besar yang terletak di sebuah bukit tepat pada tengah
malam, al-kisah terdapat seorang pemuda disuatu dusun yang tidak mematuhi titah
sang baginda raja, dia berpikiran bahwa sesendok air miliknya tidak akan
berpengaruh pada sekendi madu yang dituangkan oleh orang banyak lagi pula pekat
malam akan menyelimuti air yang di bawanya sehingga tidak akan ada seorangpun
yang mengetahuinya, akhirnya yang terjadi adalah, seluruh isi kendi itu penuh
dengan air, kenapa ? karena setiap orang berpikiran sama yaitu biar orang lain
saja yang memenuhi titah sang raja bukannya aku, dari sini jelas bahwa tanpa
ada satupun orang yang sadar akan kewajibannya maka yang lain demikian pula
adanya, satu bangkit maka insyaallah yang lain akan mengikuti, demikian pula
sebaliknya.
Guru
Sebagai Pemegang Kendali
Pendidik atau guru semestinya tidak sekedar mengisi kekosongan kelas
atau menghindari absen guru, karna seorang guru selain bertugas menyampaikan
materi ia juga dituntut mengajarkan budi pekerti yang luhur, segaimana kata
Guru yang berarti di GUgu dan di tiRU, di dalam ilmu hadist, seorang perowi
yang melakukan tindakan yang tercela atau perbuatannya tidak sesuai dengan apa
yang ia sampaikan, maka hadist yang ia sampaikan dikatagorikan hadist dho'if
bahkan dirinya di cap sebagai orang fasik, begitu pula seorang guru yang tidak
menjadi uswah hasanah bagi peserta didiknya, ilmu yang ia berikan tidak akan
banyak bermanfaat bagi mereka, dan karna kata-kata seorang guru adalah pedoman
bagi murid maka hati hatilah dalam mendidik.
0 comments:
Post a Comment