Di samping sebuah pusara dengan gundukan tanah yang masih merah itu, seorang laki-laki duduk terpekur, matanya basah. Beribu penyesalan menggumpal di hatinya. Wanita yang amat di cintainya itu telah pergi
***
Siang begitu terik, matahari meraja di langit sana. Doni berjalan gontai menyusuri gang-gang kumuh, menuju kosnya Jupri, sahabat yang telah mengenalkannya pada 'serbuk setan' yang kini telah dicandunya
Lengannya hampir dipenuhi luka sayatan, yang terbaru masih meniggalkan bekas merah sebelum nantinya kering dan menghitam.
Tadi, waktu jam terakhir sekolah. Ia sakau dan tak kuat lagi untuk bertahan dari gempuran pengaruh obat di kepalanya. ia lukai lengannya dengan sebuah silet untuk kemudian ia hisap, mirip Drakula. Menikmati darahnya sendiri sembari duduk meringkuk di pojok toilet sekolah
Ia percepat langkahnya, ia ingin cepat-cepat mendapatkan suntikan serbuk surga itu lagi dari Jupri. Sampai di depan pintu kamar kos Jupri, cepat ia ketuk pintu
Pintu terkuak beberapa inci, sebuah kepala menyembul, lalu memberi isyarat dengan kepala agar tamunya masuk
"Aku sedang butuh Jup. Tolong beri aku" Doni mengiba, tubuhnya gemetaran menahan sakau
"Uangnya mana?" pinta Jupri. padahal dulu dia yang menawari Doni dengan gratis, bahkan dia harus keluar uang untuk membujuknya agar mau. tapi sekarang keadaan sudah terbalik. Doni-lah yang mengemis-ngemis padanya. Sedang dia tinggal menyebutkan nominal yang dia inginkan
"Sori Jup, Tadi aku cuma sempat nyolong segini dari ibuku" Doni menyerahkan sejumlah uang
"Ah, jangan ngaco' lu Don, cuma segopek gitu lu mau syurga?!" bentak Jupri
"Tolong Jup, kali ini aja. Besok aku cari lebih banyak lagi. Sumpah"
"Kemarin lu juga ngomongnya gitu. Nyatanya sekarang, lu Cuma bawa…. Berapa tuh… nah cuma tiga ratus ribu"
"Kali ini aku sumpah mati Jup. Tolong berikan padaku. Ah… aku sudah tak kuat lagi. Jup…. Plis Jup, berikan padaku" Doni terus mengiba, tubuhnya mulai mengejang dan nyaris ambruk
"Oke, tapi lu musti inget janji lu. Kali ini aku akan ngasih, tapi tidak untuk selanjutnya" kata Jupri sembari menyiapkan alat suntiknya
Lalu perlahan dia menyuntikkan jarum yang entah sudah terpakai berapa kali dan oleh siapa saja, ke lengan Doni
Begitu cairan itu meresap kedalam tubuhnya, Doni segera menikmatinya dengan mata terpejam, perasaannya serasa terbang ringan, sembari menghayalkan kaya dan surga. Jupri yang menyaksikannya tersenyum mengejek
"Kok mau di perbudak obat seperti itu, dasar bego"
Sekalipun Jupri pengedar, tapi ia tak mau tubuhnya di rusak oleh barang dagangannya itu. Masih mending alkohol bandingnya. Walaupun nyatanya Ia pernah hampir mati karna mengemudi dalam keadaan mabuk
***
Siska sedang memasak di dapur, ketika Doni berteriak-teriak memanggilnya
"Ibu….. dimana kau!!"
Siska kaget. ada apa dengan anaknya? akhir-akhir ini sikap Doni berubah drastis. Mulai sekolah tanpa pamit, datang hampir menjelang maghrib, itu-pun langsung tertidur pulas sampai esok paginya
Doni yang dulu sangat sopan, tak pernah berkata keras-keras padanya. pulang pergi cium tangan, shalat malam tak pernah ia tinggalkan "Aku ingin selalu mendo'akan ayah, Bu" kata Doni ketika ditanya, ia terharu
"Berikan aku uang, cepat!!" bentak Doni
"Ibu sedang tak punya uang nak, uang tabungan ibu hasil menjahit dan mencuci pakaian tetangga hilang. Juga barang-barang peninggalan ayahmu" jelas Siska
"Memangnya kamu butuh buat apa nak? Kalau memang sangat mendesak, besok ibu akan cari hutangan dulu ke Haji Abdullah" hiburnya penuh cinta ke-ibu-an
Doni tidak menghiraukan kata-kata ibunya, malah ia pergi ke kamar Siska, lemari ia bongkar paksa, setelah tidak menemukan apa-apa dia kembali ke dapur tempat ibunya menangis karna melihat tingkah laku anaknya yang tiba-tiba berubah aneh
"Ha… itu juga boleh" seru Doni begitu matanya tertuju ke cincin emas di tangan ibunya, lalu berusaha merebutnya. Siska berusaha menghalanginya
"Jangan nak! ini mahar mendiang ayahmu dulu"
"Lepaskan..!"
"Jangan"
Siska mendorong tubuh Doni agar menjauh. Doni balas menampar keras ibunya. Tubuh orang tua itu terjungkal, kembali Doni berusaha merebut cincin itu. Siska tambah melindungi dengan tubuhnya. Doni terus berusaha menggapai cincinnya. bahkan memukul dan menendangnya berkali-kali, tapi tidak juga berhasil, kalap. Ia menoleh kanan-kirinya, mencari alat untuk bisa menaklukkan ibunya
Ia melihat Pisau…. Cepat ia raih pisau itu, lalu menghujamkannya ke tubuh Siska…... Tubuh perempuan itu langsung terkapar di lantai. Doni segera menyambar cincin yang di inginkannya, lalu pergi
***
Di samping sebuah pusara dengan gundukan tanah yang masih merah itu, seorang laki-laki duduk terpekur, matanya basah. Beribu penyesalan menggumpal di hatinya. Wanita yang amat di cintainya itu telah pergi. Terbayang masa-masa bersama ibunya dulu
"Ibu istirahat saja, nanti Ibu capek. biar Doni yang ganti mencuci"
"Sudah kamu belajar saja sana. Besok kamu ujian. Ingat, ayahmu ingin kau melanjutkan sekolah hingga tamat SMA. dia tidak ingin kamu seperti dirinya yang hanya lulusan SD. Tapi ibu malah ingin kamu melanjutkan lagi sampai lulus perguruan tinggi. Sudah sana kamu belajar lagi"
Langit mengarak mendung, melukiskan gumpalan hitam yang pekat lalu hujan mulai menyirami bumi. Tapi laki-laki itu tetap tak beranjak. Meratapi sesal yang sudah tak ada gunanya lagi.
03-Maret-2009 / 06-Rabi'ul Awal-1430.
0 comments:
Post a Comment