Thursday, July 12, 2012

Jalan Tarekat Kaum Warungan


            Malam itu, di warung kopi pak sholeh, paijo dan orang-orang kampung sedang ngobrol ngalor ngidul. sesekali mereka tertawa rerbahak melupakan kejenuhan kerja di siang harinya. paijo sering kali melucu membuat yang lainnya terpingkal pingkal. Sampai sudirjo bertanya
            “Apa sih tarekat itu?”. Tanya sudirjo lugu.
            Tiba tiba, suasana begitu sepi, senyap. paijo yang sedari tadi berguling-guling menahan tawa langsung tertahan, dia menyadari kalau suasananya sudah menjadi serius. Semuanya terdiam, beberapa orang terlihat menggerutu karena waktu lucu mereke terampas.
            “Tarekat?” yakin hayyi yang langsung di jawab anggukan oleh sudirjo
            Paijo membetulkan posisi duduknya, merapikan songkok, menurunkan lengan baju, lalu diam sejenak sambil berpikir. yang lainnya menunggu dengan nafas hamper tertahan. baru setelah yang lain tampak memperhatikan tingkahnya paijo berkata
            “Begini Dirjo, Mm…….” senyap, hanya jangkrik yang masih asyik bersahutan
            “Tarekat ibarat sebuah jalan” mantapnya
            “Jalan?” kompak yang lain
            “tarekat adalah jalan?” Tanya kendung
            Suasana tiba tiba menjadi resmi dengan sendirinya. Semua memperbaiki letak duduknya dan mencoba menyimak diskusi kali ini, sofwan yang tadinya tidak peduli malah turut mencari posisi yang agak dekat dengan paijo. Baru-baru ini di kampung mulai merebak isu tentang tarekat. Dan orang-orang bertanya-tanya “apa sih tarekat itu?”, “makanan atau bukan?”, “apa seperti tape atau pisang goring?”
"Tarekat berarti jalan?"
            "Apa maksudnya?"
            "Ibarat seseorang yang ingin tahu jalan menuju masjid, maka dia akan bertanya mana jalan terdekat menuju masjid? Atau dia minta tolong untuk di antarkan ke masjid. Nah begitu pula tarekat, disana ada tukang tunjuk jalannya"
            "Pemandu jalan?" potong ruslan.
            "Wah kayak panduan wisata gitu" tambah wawan
            "Hus wong belum selesai kok di potong, dengerin dulu" sengit saipul yang merasa konsentrasinya terganggu karna ulah dua temannya. Dia terlihat sangat memperhatikan sekali. Beberapa hari yang lalu kakaknya mengikuti tarekat dan sepertinya dia juga tertarik.
            "teruskan jo" pinta saipul bersemangat
            "Saya ulangi. Mm…. sampai mana tadi ya" Tanya paijo sekedar ingin tahu sebatas mana perhatian teman-temannya
            "Ada tukang tunjuk jalan" seru para penikmat kopi itu. Paijo tersenyum puas
            "Nah di sana ada tukang tunjuk jalannya yang di sebut dengan Mursyid".
            "Mursyid?" Tanya ruslan, dia tidak memperhatikan tatapan marah saipul
"Mursyid artinya orang yang menunjukkan. Mursyid inilah yang bertugas memberikan arahan kepada para pengikutnya. Dan biasanya orang yang menjadi Mursyid bukan orang sembarangan. bisa ulama besar atau wali allah. Karena itulah aku tadi mengatakan kalau Tarekat berarti jalan"
"Maksudnya?" Tanya seisi warung kopi pak sholeh serempak, menunjukkan perhatian yang serius.
            "Karena Mursyid sebuah tarekat adalah ulama atau wali yang tentunya mereka tahu jalan yang benar untuk sampai kepada tuhan, jalan yang harus di lewati bagi para pencari tuhan, jalan terdekat yang bisa di lewati, bukan jalan buntu apalagi salah jalan. maka mereka menunjukkan para pengikutnya kepada 'jalan kebenaran' itu, biar mereka tidak kesasar. Misalnya dirjo tahu jalan menuju masjid lalu ada orang Tanya kepada dirjo kemana jalan menuju masjid, atau minta di antarkan ke masjid, apa tindakan kamu jo?".
            "Ya aku antarkan saja dia ke masjid, atau aku tunjukkan jalannya, beres" jawab sudirjo sebisanya
            "Jalan yang mana yang akan kau tunjukkan?" Tanya paijo sekali lagi
            "Jalan yang memang jalannya dan menurutku paling dekat dan mudah"
            "Jangan malah di bawa jalan-jalan atau muter-muter atau malah meninggalkannya di tengah jalan, ha ha haaa…." Canda kang saleh, giginya yang ompong kelihatan. Yang lain malah tersenyum kecut, kurang suka dengan kelakarnya.
"Seorang mursyid berkewajiban menuntun pengikutnya serta mengarahkannya pada tujuan yang hendak di capai. jadi adanya tarekat adalah untuk memudahkan kita untuk sampai atau wushul kepada tuhan" tambah paijo
            "Apa tidak tertentu pada orang yang menginginkan makrifat bil-lah saja, atau para sufi misalnya, soalnya kan tidak semua orang bisa wushul" Tanya saipul
            "Ya minimal kita bisa terhindar dari dosa-dosa besar, itu saya kira sudah cukup. mengenai wushul tidaknya, itu tergantung kesungguhan perorangan"
            "Apa kita tidak bisa mencari 'jalan kebenaran' itu sendiri, tanpa ikut-ikutan tarekat?" kritis Wawan
            "bisa sih bisa, hanya saja saya rasa sulit kecuali dengan izin Allah. Soalnya begini, contoh kamu ingin pergi ke pasar senen atau ke Jakarta misalnya tapi kamu tidak tahu arah dan jalan menuju pasar senen atau Jakarta, dan kamu tidak mau bertanya, kamu mungkin saja bisa sampai di Jakarta tapi setelah beberapa kali tersesat, beberapa kali masuk hutan atau bahkan setelah melewati India, spanyol, belanda terlebih dahulu, baru kamu sampai. Kecuali kalau misalnya di tengah jalan kamu diculik orang kemudian di bawa ke Jakarta, maka lain ceritanya kalau begitu"
            Paijo menyesap kopinya yang hampir habis, lalu menyulut rokoknya. Tanpa di minta, pak Sholeh membuatkan kopi buat paijo dan kali ini dia gratiskan. Para peserta seminar tak resmi dengan topic utama Tarekat dan nara sumber Paijo, enggan untuk beranjak, mereka masih asyik menyimak, sesekali mereka mengangguk-angguk kecil. kadang pelan mereka seruput kopi khas buatan pak sholeh dengan nikmatnya atau dengan lembut mereka sedot batang rokok kretek mereka.
            "Jadi itulah tarekat, mungkin ada yang masih belum paham?" Tawar paijo membuka diskusi. Pak sholeh menaruh segelas kopi yang masih mengepul panas dekat paijo. "gratis" bisiknya. Paijo berterima kasih
"Apa semua tarekat itu pasti benar. Mm… maksud saya apa semuanya pasti benar dan tidak ada yang menyesatkan?" Tanya Saipul
"Bisa saja sebuah tarekat malah menyasatkan, oleh karena itu ada sebuah undang-undang yang bisa membedakan antara tarekat itu sesat atau Muktabar"
"Muktabar? Istilah apa lagi itu" Tanya Wawan
"Muktabar berarti diakui. Sebuah tarekat di katakan muktabar kalau memenuhi beberapa kreteria yang termaktub dalam undang-undang tarekat. Dan di Indonesia ada JATMAN (Jamiyah Tarekah Muktabarah). Yang bertugas menyeleksi dan menghimpun tarekat-tarekat tersebut".
Mereka kembali manggut-manggut, paham dengan penjelasan paijo. Tiba-tiba ada orang yang datang. semua mata memandang pendatang itu, sepertinya orang jauh dan dari wajahnya terlihat rasa lelah akibat perjalanannya.
"Permisi, mau numpang Tanya ada yang tahu alamat ini?" Tanya orang itu sambil menyodorkan secarik kertas yang langsung di terima oleh saipul.
"Oh, ya saya tahu alamat ini, Pak Syakur yamg rumahnya di desa sebelah, dekat dengan jembatan kali urip". Papar saipul sambil menunjuk jauh ke arah rumah pak syakur.
"Jauh ya mas?"
"Ya lumayan jauh sih, kira-kira 3 kilo gitu" jawab wawan lengkap dengan ukuran kilo meternya
"Apa mau di antar pakek becak?" Tawar Ruslan bersemangat, maklum sedari tadi becaknya terparkir begitu lama. Di tempat itu yang berprofesi sebagai tukang becak Cuma dia dan sudirjo.
"Boleh, kebetulan aku sedang cari tumpangan"
"Lan, awas ya, Ingat diskusi kita barusan, kamu sekarang bertugas sebagai mursyid" ingat Paijo, sesaat sebelum Ruslan mengayuh becaknya.
"Jangan kau bikin bingung penumpangmu itu" seru kang saleh sambil cekikikan
"Jangan di buat kesempatan" tambah sudirjo, dia agak gerundel karena bukan rejekinya
Ruslan mengayuh sepedanya dengan santai, dia berjanji tidak akan mengkhianati penumpangnya lagi. Sudah beberapa kali dia menipu penumpangnya, dengan mengatakan kalau tujuan penumpangnya lumayan jauh walaupun nyatanya bisa sampai hanya dengan berjalan kaki karena jarak tempuhnya Cuma beberapa puluh meter, lalu dia membawa penumpangnya muter-muter sampai agak lama.
Kali ini dia senyum-senyum sendiri menyadari kekeliruannya, setelah tadi mendapatkan beberapa pelajaran berharga dari paijo. "Jangan malah di bawa jalan-jalan atau muter-muter atau malah meninggalkannya di tengah jalan, ha ha haaa…." Canda kang sholeh kembali tergiang,
“Ah, jadi kang sholeh tadi menyindirku” pikirnya
Dia berandai misalnya ada seorang mursyid yang berwatak seperti dirinya, niscaya dia suka memanfaatkan para pengikutnya demi uang mereka. Semoga saja tidak. 
"Paijo-paijo kamu memang 'alim, cara bicaramu seperti seorang mursyid saja" batinnya mengagumi sahabatnya.
"Mas kenapa senyum-senyum begitu" Heran penumpangnya
"Ah bahagia saja".

1 comments:

Ba'da Tarekat, lanjutan cerpennya seperti apa? Monggo ditulis...

Post a Comment