Wednesday, July 25, 2012

FIQIH SOSIOLOGI, Upaya pemaduan Sosiologi - Fiqih


Antara Sosiologi dan Fiqih

Sosiologi adalah sebuah ilmu pengetahuan, yang menjadikan masyarakat sebagai obyek kajiannya. Sudut pandang ilmu pengetahuan ini besifat bebas. dengan artian, dalam kajiannya tidak terikat pada suatu suku, etnis, budaya dan agama apapun. atau dengan kata lain “tanpa pandang bulu”. karna memang kajiannya sengaja di fokuskan pada masyarakat luas dan tanpa ada sekat pembatas, apapun itu.

Sedangkan Fiqih adalah ilmu tentang hukum halal-haram, sah dan boleh-tidaknya suatu perbuatan yang di lakukan oleh masyarakat (islam), yang pengambilan hukum tadi bersumber dari al-Qur'an, Hadits dan ijma’ ulama'.

Jadi, keduanya mempunyai lahan dan sasaran yang sama, yakni masyarakat. Sedang perbedaannya, bahwa kajian fiqih lebih sempit (Khusus) dari pada sosiologi dalam beberapa hal, diantaranya:

1: Fiqih hanya di konsumsi oleh suatu agama tertentu, walaupun obyeknya umum.

2: Fiqih bersifat ta'abbudi, Otoriter dan harus di budayakan, bukan mengikuti suatu budaya.

3: Fiqih bersifat ‘pasti’ dan tidak berubah karna tidak di buat oleh suatu kaum tertentu sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan suatu zaman dan maysrakat yang berbeda.

4: Fiqih melahirkan suatu tindakan/takziran kepada masyarakat yang menyimpang dari ketentuan.

Sedangkan Sosiologi tidak.


Sosiologi ala Rasul

            Wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad Saw ketika beliau berada di makkah lebih dominan dengan ayat (ياايها الناس). Sedangkan ayat yang turun kepada beliau ketika di madinah adalah (ياايها الذين امنوا) . karna masyarakat nabi ketika di makkah beragam, penyembah berhala, nashrani, yahudi, ateis dan sedikit muslimin, sehingga khitob yang di pakai adalah "Hai manusia". sedangkan masyarakat madinah adalah islam mayoritas, maka khitobnya menggunakan "Hai orang-orang yang beriman".

           

Dari sinilah Penulis mencoba membagi Fiqih Sosiologi menjadi dua sub.

a)      Fiqih Sosiologi di masyarakat Islam minoritas/ Obyek umum

Ketika Nabi Muhammad Saw berada di makkah, beliau tetap melakukan transaksi, komunikasi dan bersosialisasi dengan baik dengan penduduk sekitar. Beliau juga tidak merusak dan mengganggu ritual-ritual yang di lakukan para tetangganya, hanya sesekali beliau menegur dan mengajari dengan sopan-santun bahwa tindakan mereka itu salah.



     Ilmu fiqih –atau bisa di katakana ilmu adab- yang di terapkan untuk masyarakat seperti ini Cuma bab muamalah, lainnya tidak. Karna kalau tidak, malah akan menimbulkan banyak ketimpangan. Misalnya, bab nikah di berlakukan, maka akan menimbulkan adanya pelegalan nikah antar agama. Hanya ada sedikit celah dalam bab nikah untuk wanita ahlul kitab, itupun kalau nenek moyangnya masuk agama tersebut sebelum adanya tahrif. sedangkan selain itu, No way to that.

     Dalam hal transaksi dan komunikasi (mua`syarah) islam sangat terbuka kepada penganut agama lain, karna memang dua hal tersebut merupakan sarana dakwah dan media pengenalan islam ke penjuru dunia. Juga, dua hal tersebut tidak bersinggungan langsung dengan ranah aqidah, hanya sekedar hukum boleh-tidak. Terbukti para wali sukses menyebarkan dakwahnya di nusantara ini dengan cara berdakwah sambil berdagang dan berniaga.



b)      Fiqih Sosiologi di masyarakat muslim mayoritas/ Obyek khusus

Sedang masyarakat nabi di madinah adalah muslim mayoritas, maka dalam undang-undang kesehariannya nabi menggunakan syariat islam (fiqih) secara total. Semua konsep fiqih mencakup ibadah, nikah, hudud, qishash, qital, dan muamalah shahihah, di terapkan dengan utuh dan menyeluruh.

Di madinah, kita lihat bagaimana nabi memotong tangan wanita yang mencuri, merajam wanita yang berzina, mencambuk para penuduh aisyah dan bagaimana nabi mengajari bagaimana sunnah dan tatakrama keseharian kepada para sahabatnya.

Sedangkan terhadap non muslim yang tinggal di madinah, nabi Cuma memungut pajak untuk aqad aman, dan sebagai pengkatagorian dzimmy, tanpa terdzalimi dan terganggu kesehariannya kecuali bila mereka bikin resah atau mengusik aktifitas muslimin.

Untuk masyarakat yang model begini, semua hukum fiqih harus berlaku dan di berlakukan. Syariat harus di tegakkan, dan hukum had berlaku sebagai penyeimbang.



HAM dalam kacamata fiqih dan sosial

            Hak asasi manusia sebenarnya sudah di kobarkan oleh islam 1000 tahun lebih sebelum barat mengkoar-koarkannya. Hanya saja HAM dalam islam adalah kebebasan individual dalam berekspresi dan berkarya terhadap miliknya sendiri dan tidak bertentangan dengan rambu-rambu syariat sekaligus tidak mengganggu kepada orang lain. Sedang yang ngetren sekarang ini adalah aku adalah semauku, terserah apa mauku yang penting aku senang, entah bikin banyak orang susah dan gelisah karna ulahku.

            Dalam sosiologi, HAM yang ke2 mungkin Cuma di pelajari, di telusuri dan di cari manfaat dan kerugian yang di akibatkan dan bagaimana solusi yang agak tepat lalu di kaitkan dengan masa dulu dan yang mendatang kemudian di jadikan refrensi oleh orang berikutnya bahwa pada tahun sekian terdapat gejolak masyarakat yang meneriakkan kata-kata HAM hanya untuk kesenangan pribadinya dan biar tidak ada orang lain yang mengusiknya. Mereka ini termasuk kategori masyarakat yang modern tapi agak primitive, misalnya.

Berbeda dengan fiqih yang dengan tegas mengatakan bahwa tindakan apapun yang merugikan orang lain dan melanggar aturan syariat sekalipun itu miliknya maka tindakan itu harus di stop. siapapun yang melihat dan mengetahuinya diwajibkan mencegahnya karna tindakan tersebut termasuk kategori munkar yang harus di enyahkan.



Epilog

Intinya bahwa Fiqih memuat sosiologi sedang sosiologi harus di fiqihkan. Jadi bicara sosiologi juga bicara fiqih, karena jika tidak, maka sosiologi akan mengarah ke emansipasi wanita, libralisme, HAM ala amerika, kebebasan berexpresi dengan membuat kartun nabi dan lain sebagainya, yang mencakup suatu tindakan mayarakat secara umum, bebas, tidak terikat dan vulgar.

Sosiologi hanyalah ilmu untuk mengetahui pola hidup dan tingkah laku masyarakat sedangkan fiqih bertugas mengarahkan dan menggiring tingkah laku masyarakat agar selaras dengan ajaran islam. Dan Fiqih Sosiologi yang kami harapkan di sini adalah bahwa sosial menurut fiqih, berbeda dengan sosial dalam ilmu sosiologi. Dan untuk memadukan keduanya, itulah fiqih sosiologi atau social menurut kaca mata fiqih. Atau bisa juga dikatakana bahwa fiqih merupakan bagian dari sosiologi, sebagaimana juga Adab Muasyarah. Sehingga bisa dipilah, ada fiqih sosiologi, adab sosiologi, dan seterusnya.

28-Jumadal Ula-1428 H.

0 comments:

Post a Comment