Sosiologi adalah sebuah ilmu pengetahuan, yang menjadikan masyarakat sebagai
obyek kajiannya. Sudut pandang ilmu pengetahuan ini besifat bebas. dengan artian,
dalam kajiannya tidak terikat pada suatu suku, etnis, budaya dan agama apapun.
atau dengan kata lain “tanpa pandang bulu”. karna memang kajiannya sengaja di
fokuskan pada masyarakat luas dan tanpa ada sekat pembatas, apapun itu.
Sedangkan Fiqih
adalah ilmu tentang hukum halal-haram, sah dan boleh-tidaknya suatu perbuatan yang
di lakukan oleh masyarakat (islam), yang pengambilan hukum tadi bersumber dari
al-Qur'an, Hadits dan ijma’ ulama'.
Jadi, keduanya
mempunyai lahan dan sasaran yang sama, yakni masyarakat. Sedang perbedaannya,
bahwa kajian fiqih lebih sempit (Khusus) dari pada sosiologi dalam beberapa
hal, diantaranya:
1: Fiqih hanya di
konsumsi oleh suatu agama tertentu, walaupun obyeknya umum.
2: Fiqih bersifat
ta'abbudi, Otoriter dan harus di budayakan, bukan mengikuti suatu budaya.
3: Fiqih bersifat ‘pasti’
dan tidak berubah karna tidak di buat oleh suatu kaum tertentu sehingga
menyebabkan tidak sesuai dengan suatu zaman dan maysrakat yang berbeda.
4: Fiqih melahirkan
suatu tindakan/takziran kepada masyarakat yang menyimpang dari ketentuan.
Sedangkan
Sosiologi tidak.
Sosiologi ala Rasul
Wahyu
yang turun kepada Nabi Muhammad Saw ketika beliau berada di makkah lebih
dominan dengan ayat (ياايها الناس). Sedangkan ayat yang turun kepada beliau ketika di madinah adalah (ياايها الذين
امنوا) . karna masyarakat nabi
ketika di makkah beragam, penyembah berhala, nashrani, yahudi, ateis dan
sedikit muslimin, sehingga khitob yang di pakai adalah "Hai manusia".
sedangkan masyarakat madinah adalah islam mayoritas, maka khitobnya menggunakan
"Hai orang-orang yang beriman".
Dari sinilah Penulis mencoba membagi Fiqih
Sosiologi menjadi dua sub.
a)
Fiqih Sosiologi
di masyarakat Islam minoritas/ Obyek umum
Ketika
Nabi Muhammad Saw berada di makkah, beliau tetap melakukan transaksi,
komunikasi dan bersosialisasi dengan baik dengan penduduk sekitar. Beliau juga
tidak merusak dan mengganggu ritual-ritual yang di lakukan para tetangganya,
hanya sesekali beliau menegur dan mengajari dengan sopan-santun bahwa tindakan
mereka itu salah.
Ilmu fiqih –atau bisa di katakana ilmu
adab- yang di terapkan untuk masyarakat seperti ini Cuma bab muamalah, lainnya
tidak. Karna kalau tidak, malah akan menimbulkan banyak ketimpangan. Misalnya,
bab nikah di berlakukan, maka akan menimbulkan adanya pelegalan nikah antar
agama. Hanya ada sedikit celah dalam bab nikah untuk wanita ahlul kitab, itupun
kalau nenek moyangnya masuk agama tersebut sebelum adanya tahrif. sedangkan
selain itu, No way to that.
Dalam hal
transaksi dan komunikasi (mua`syarah) islam sangat terbuka kepada
penganut agama lain, karna memang dua hal tersebut merupakan sarana dakwah dan
media pengenalan islam ke penjuru dunia. Juga, dua hal tersebut tidak
bersinggungan langsung dengan ranah aqidah, hanya sekedar hukum boleh-tidak.
Terbukti para wali sukses menyebarkan dakwahnya di nusantara ini dengan cara
berdakwah sambil berdagang dan berniaga.
b)
Fiqih Sosiologi
di masyarakat muslim mayoritas/ Obyek khusus
Sedang masyarakat nabi di madinah adalah
muslim mayoritas, maka dalam undang-undang kesehariannya nabi menggunakan
syariat islam (fiqih) secara total. Semua konsep fiqih mencakup ibadah, nikah,
hudud, qishash, qital, dan muamalah shahihah, di terapkan dengan utuh dan
menyeluruh.
Di madinah, kita lihat bagaimana nabi
memotong tangan wanita yang mencuri, merajam wanita yang berzina, mencambuk
para penuduh aisyah dan bagaimana nabi mengajari bagaimana sunnah dan tatakrama
keseharian kepada para sahabatnya.
Sedangkan terhadap non muslim yang
tinggal di madinah, nabi Cuma memungut pajak untuk aqad aman, dan sebagai
pengkatagorian dzimmy, tanpa terdzalimi dan terganggu kesehariannya kecuali
bila mereka bikin resah atau mengusik aktifitas muslimin.
Untuk masyarakat yang model begini,
semua hukum fiqih harus berlaku dan di berlakukan. Syariat harus di tegakkan,
dan hukum had berlaku sebagai penyeimbang.
HAM dalam kacamata fiqih dan sosial
Hak asasi manusia
sebenarnya sudah di kobarkan oleh islam 1000 tahun lebih sebelum barat
mengkoar-koarkannya. Hanya saja HAM dalam islam adalah kebebasan individual
dalam berekspresi dan berkarya terhadap miliknya sendiri dan tidak bertentangan
dengan rambu-rambu syariat sekaligus tidak mengganggu kepada orang lain. Sedang
yang ngetren sekarang ini adalah aku adalah semauku, terserah apa mauku yang
penting aku senang, entah bikin banyak orang susah dan gelisah karna ulahku.
Dalam sosiologi,
HAM yang ke2 mungkin Cuma di pelajari, di telusuri dan di cari manfaat dan
kerugian yang di akibatkan dan bagaimana solusi yang agak tepat lalu di kaitkan
dengan masa dulu dan yang mendatang kemudian di jadikan refrensi oleh orang
berikutnya bahwa pada tahun sekian terdapat gejolak masyarakat yang meneriakkan
kata-kata HAM hanya untuk kesenangan pribadinya dan biar tidak ada orang lain
yang mengusiknya. Mereka ini termasuk kategori masyarakat yang modern tapi agak
primitive, misalnya.
Berbeda dengan fiqih yang dengan tegas mengatakan bahwa
tindakan apapun yang merugikan orang lain dan melanggar aturan syariat
sekalipun itu miliknya maka tindakan itu harus di stop. siapapun yang melihat
dan mengetahuinya diwajibkan mencegahnya karna tindakan tersebut termasuk
kategori munkar yang harus di enyahkan.
Epilog
Intinya bahwa Fiqih memuat sosiologi sedang sosiologi
harus di fiqihkan. Jadi bicara sosiologi juga bicara fiqih, karena jika tidak,
maka sosiologi akan mengarah ke emansipasi wanita, libralisme, HAM ala amerika,
kebebasan berexpresi dengan membuat kartun nabi dan lain sebagainya, yang
mencakup suatu tindakan mayarakat secara umum, bebas, tidak terikat dan vulgar.
Sosiologi hanyalah ilmu untuk mengetahui pola hidup dan
tingkah laku masyarakat sedangkan fiqih bertugas mengarahkan dan menggiring
tingkah laku masyarakat agar selaras dengan ajaran islam. Dan Fiqih Sosiologi
yang kami harapkan di sini adalah bahwa sosial menurut fiqih, berbeda dengan
sosial dalam ilmu sosiologi. Dan untuk memadukan keduanya, itulah fiqih
sosiologi atau social menurut kaca mata fiqih. Atau bisa juga dikatakana bahwa
fiqih merupakan bagian dari sosiologi, sebagaimana juga Adab Muasyarah.
Sehingga bisa dipilah, ada fiqih sosiologi, adab sosiologi, dan seterusnya.
28-Jumadal Ula-1428 H.
0 comments:
Post a Comment